BERDASARKAN yurisprudensi Mahkamah Agung, guru tidak bisa dipidana saat
menjalankan profesinya dan melakukan tindakan pendisiplinan terhadap
siswa. Hal ini diputuskan Dr Margono saat mengadili guru SDN Penjalin
Kidul V, Majalengka (Jabar) yang bernama Aop Saopudin. Peristiwanya itu
sendiri berlangsung dari kejadian ketika Aop Saopudin mendisiplinkan
empat orang siswa berambut gondrong dengan mencukur rambut ke-4 anak
tersebut pada Maret 2012. Salah seorang siswa dan orangtuanya tidak
terima dan melabrak Aop dengan memukul dan mencukur balik gurunya.
Dengan dakwaan berlapis yakni pasal 77 a UU Perlindungan anak tentang
perbuatan diskriminasi terhadap anak; pasal 80 ayat 1 UU Perlindungan
Anak; pasal 35 ayat 1 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan, meski
Aop sudah dibela oleh demo guru-guru, pihak polisi dan jaksa tetap
melimpahkan ke pengadilan.
Pasal Pembela Guru
Di sisi lain, guru-guru yang bertindak dalam tugas pengabdian itu juga
memiliki sumber-sumber hukum tepercaya. Sejumlah pasal yang membela guru
antara lain PP 74/2008 pasal 39 ayat 1 berbunyi: Guru memiliki
kebebasan memberikan sangsi kepada peserta didiknya yang melanggar norma
agama, kesusilaan, kesopanan. Selanjutnya ayat 2: Sangsi tersebut dapat
berupa teguran dan/atau peringatan baik lisan maupun tulisan, serta
hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode
etik guru dan peraturan perundang- undangan.
Telah Banyak Pengalaman
Kejadian guru berhadapan dengan hukum terkait dengan pengaturan tata
tertib pada umumnya, maupun masalah pelanggaran siswa atas kebijakan
guru yang sangat mendasar dan sesungguhnya disadari sepenuhnya tanggung
jawab demi kebaikan generasi muda telah cukup banyak berlangsung.
Bahkan, pada beberapa waktu yang lalu guru di wilayah Nusa Tenggara
Timur (NTT) kompak mogok tidak mengajar karena membela nasib guru yang
sekasus.
Kejadian yang terus berulang ini sebenarnya adalah gambaran konkret,
benar-benar orisinal cerminan kepribadian guru yang tulus tanpa pamrih
dan tanda jasa. Patut menjadi pelajaran bagi insan non-guru, bahwa
ketika siswa bersifat abai terhadap segenap apa pun yang dipersiapkan
guru dengan sungguh-sungguh, guru pada dasarnya merasa sangat kecewa di
hati.
Kekecewaan dimaksud adalah wujud kemuliaan berpikir Sang Pendidik sebab
di mata hati dan nurani guru yang paling dalam, guru tidak ubahnya
adalah seperti menghadapi anak sendiri, anak kandung yang sangat amat
disayangi dan dicintai. Maka, terasa sayang kalau sampai anak tersebut
gagal hanya gara-gara tidak menurut sesuatu yang sudah dipersiapkan
dengan baik oleh guru.
Patut juga diperhatikan oleh siapa pun orang di luar ketugasan nonguru,
bahwa menjadi guru adalah memenuhi tugas profesi sebagaimana dokter,
hakim, peneliti, dan berbagai pilihan mulia pekerjaan yang lain,
sehingga dalam bertindak secara keseluruhannya telah dipertimbangkan,
direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi secara cermat demi
keberuntungan generasi muda ke depan.
Andaikan seorang guru bermental kuli, misalnya, guru akan sangat enteng
bekerja. Misal, kalau didisiplinkan tidak mau, diatur ini itu siswa
susah dan membandel dan guru membiarkan saja, tak usah dimarahi atau
dihukum dapat dibayangkan tinggal menunggu berapa lama lagi generasi
muda ini akan hancur mentalitas, melihat kondisi generasi muda kita saat
ini yang sebagian besar karut –marut dalam etika, moral,dan tidak lagi
berpikir demi masa depan.
Sinyal Kemenangan
Melihat beberapa keputusan penegak hukum yang membela guru dalam
menegakkan ketertiban dan kedisiplinan kiranya dapat memperteguh sikap
dan tindakan guru dalam bertugas. Asalkan masih selalu berada dalam
koridor kependidikan, sekalipun melaksanakan hukuman asal bersifat
mendidik, disertai pertimbangan yang matang dan rasional, menghukum
rasanya sah adanya.
Menjadi demikian sebab pada dasarnya generasi muda harus dididik dalam
kasih sayang, namun kalau dimanjakan dan diperlakukan pembiaran
sejadi-jadi sungguh membahayakan diri mereka sendiri dan hal itu sungguh
tidak boleh terjadi .
Di satu sisi patut diketahui bahwa hukuman pada dasarnya adalah salah
satu bentuk dan sarana mendidik dan memang harus berdampingan, hukuman
terpaksa dilakukan demi kebaikan. Karena itu teruslah wahai guru
berkarya yang benar, sinyal dari Majalengka itu merupakan kemenangan
yang semakin jelas memberi keyakinan bahwa jalan yang ditempuh adalah
jalur kebenaran dan mengarah ke kesuksesan masa depan bangsa.
Sumber :republikunews.com